TUGAS INDIVIDU
SISTEM POLITIK INDONESIA
“ DINASTI POLITIK “
OLEH :
LILA KARINA DEWANTARI
23.1371
C1 / 17
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KAMPUS REGIONAL NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AJARAN 2013 / 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti
politik merupakan permasalahan yang disinyalir telah ada di Indonesia sejak
presiden pertama kita, Ir. Soekarno, berkuasa. Meskipun dinasti politik tidak
melanggar peraturan berdemokrasi, dalam praktiknya dinasti politik menahan
adanya mobilisasi sosial, sebab kekuasaan hanya diasosiasikan pada golongan
masyarakat tertentu saja. Dalam makalah ini, penulis akan membahas dengan
sistematis dinasti politik yang dilakukan oleh Syahrul Yasin
Limpo, Gubernur Sulawesi selatan yang sebelumnya menjabat sebagai wakil
Gubernur pada periode tahun lalu ini adalah salah satu tokoh yang disebut-sebut
sebagai pembangun dinasti politik dalam sistem pemerintahan di Sulawesi
Selatan.Di Provinsi Sulawesi Selatan, Gubernur Syahrul Yasin Limpo telah
membangun dinasti yang menguasai banyak jabatan di pemerintah daerah dan
jabatan anggota DPR RI dan DPRD. Belum lagi dugaan akan beberapa kasus korupsi
yang melibatkan Dinasti Politik.
A. LATAR BELAKANG
Undang-undang nomer 7 tahun
1945 telah mengatur bahwa masa jabatan eksekutif berlaku selama lima tahun, dan
hanya dapat terpilih satu periode setelah masa tersebut habis. Undang-undang
ini dibuat untuk mencegah adanya kekuatan absolut yang terus menerus. Beberapa
golongan yang telah lama berkuasa, kebanyakan akan mencari cara untuk lolos dari
undang-undang ini dan tetap mempertahankan kekuasaannya di strata atas elit
politik.
Politik.
Menurut salah seorang
sejarawan dan pengamat politik Anshar Gonggong, Dinasti politik tersebut telah
dibangun sejak era orde baru, Ny Yasin
Limpo telah menjadi anggota DPR berulang kali. Dan berikutnya adalah anaknya
ada yang menjadi gubernur, bupati, anggota DPRD, kepala dinas, dan lainnya.
Yang bisa menghentikan ini hanya kesadaran masyarakat untuk tidak memilih
politik dinasti.
Kasus ini menjadi momok yang
menarik, terutama apabila kita melihatnya dalam kacamata demokrasi sosial.
Penulis akan membahas mengenai permasalahan ini lebih jauh dalam bab II.
B. PERUMUSAN MASALAH DAN
RUANG LINGKUP
Masalah-masalah di dalam
makalah ini dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan:
1. Apakah dinasti politik?
2. Faktor apa saja yang
mendorong terjadinya dinasti politik?
3. Mengapa banyak penguasa
yang melakukan dinasti politik?
4. Manfaat dan kerugian apa
yang ditimbulkan oleh dinasti politik?
C.
TUJUAN DAN MANFAAT
1. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk
meneliti lebih lanjut tentang dinasti politik yang terjadi di Indonesia dan,
dan bagaimana tanggapan kita seharusnya pada hal tersebut. Selain itu, makalah
ini ditukis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Sistem Politik Indonesia
yang di berikan oleh bapak Dr. Drs. H. Musa Shofiandy, S.H., M.M yang merupakan
rangkaian dari kegiatan belajar mengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Kampus Regional Nusa Tenggara Barat.
2. Manfaat Penulisan
a. Secara aplikatif
penulisan Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para Praja Institut
Pemerintahan Dalam Negeri sebagai bahan kajian serta referensi untuk penelitian
selanjutnya
b. Secara praktis penulisan
karya tulis ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan cakrawala pemikiran
penulis terutama pembaca pada umumnya.
D. METODE ANALISIS
Makalah ini disusun atas dasar tersedianya data dan
informasi yang relevan dengan masalah yang akan dibahas, untuk mendapatkan data
dan informasi menganai suatu masalah dalam melaksanakan kegiatan ini, penulis
menggnakan cara mengumpulkan data dan menelaahnya dengan metode studi
keperpustakaan.
E. HIPOTESIS
Praktek dinasti politik
disinyalir penulis sebagai sebuah upaya untuk mempertahankan kekuasaan.
Kedudukan dalam pemerintahan akan ditanggalkan dalam batas waktu tertentu; hal
ini menyebabkan beberapa golongan menginginkan status quo agar golongannya bisa
tetap berada di posisi atas. Semakin tinggi posisinya, maka akan semakin besar
juga kemungkinan untuk melakukan dinasti politik.
Dinasti politik yang di
lakukan yang dilakukan Yasin
Limpo
kemungkinan merupakan sebuah permainan politik dalam badan Pemerintahan Sulawesi
Selatan sendiri. Sebab apabila salah sanak saudara dari garis keluarga Yasin
Limpo menjabat suatu jabatan yang strategis, akan ada kemungkinan bahwa staf
pemerintahan lama akan mendapat kemudahan menjabat lagi. Hal ini dapat
menyebabkan sebuah kerjasama dalam pelaksanaan dinasti politik, tidak hanya di
bidang eksekutif, namun juga di dalam badan pemerintahannya sendiri.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri atas tiga bab di
mana:
1.
Bab I merupakan pendahuluan, berisi
latar belakang, perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan dan masalah, metode
analisis, hipotesis, serta sistematika penulisan.
2. Bab II berisi tentang isi dari Makalah ini, yaitu membahas
tentang Dinasti Politik yang terjadi di Sulawesi Selatan yang di lakukan oleh
keluarga Yasin Limpo.
3.
Bab III adalah kesimpulan dari
makalah ini yang disertai dengan saran dan daftar pustaka.
BAB
II
ISI
POLITIK DINASTI
Apakah wajar apabila jabatan seorang
kepala pemerintahan diteruskan oleh istri, anak , atau kerabat dekatnya? Di
negara kita sedang terjadi praktek penerusan kekuasaan pada orang-orang
terdekat. Politik dinasti adalah fenomena politik munculnya calon dari
lingkungan keluarga kepala pemerintahan yang sedang berkuasa. Dinasti
politik yang dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah rezim
kekuasaan politik atau aktor politik yang dijalankan secara turn-temurun
atau dilakukan oleh salah keluarga ataupun kerabat dekat. Rezim politik ini
terbentuk dikarenakan concern yang sangat tinggi antara
anggota keluarga terhadap perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti politik
ini adalah kekuasaan.
Dinasti politik di Indonesia
sebenarnya adalah sebuah hal yang jarang sekali dibicarakan atau menjadi sebuah
pembicaraan, padahal pada prakteknya dinasti politik secara sadar maupun tidak
sadar sudah menjadi benih dalam perpolitikan di Indonesia sejak zaman
kemerdekaan. Dinasti politik sebenarnya adalah sebuah pola yang ada pada
masyarakat modern Barat maupun pada masyarakat yang meniru gaya barat. Hal ini
dapat terlihat dalam perpolitikan di Amerika dan juga di Filipina. Dinasti
politik tidak hanya tumbuh di kalangan masyarakat demokratis-liberal. Tetapi
pada hakikatnya dynast politik juga tumbuh dalam masyarakat otokrasi dan juga
masyarakat monarki, dimana pada system monarki sebuah kekuasaan sudah jelas
pasti akan jatuh kepada putra mahkota dalam kerajaan tersebut.
Dinasti politik di Indonesia
sebenarnya sudah muncul di dalam keluarga Presiden pertama Indonesia, Preseiden
Soekarno. Hal tersebut terbukti dari lahirnya anak-anak Soekarno yang
meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai seorang politisi. Seperti Megawati
Soekarno Putri (yang akhir-akhir ini juga semakin memperlihatkan gejala
kedinastian politik Indonesia pada diri anaknya –Puan Maharani), Guruh Soekarno
Putra, dll. Dalam tatanan kontempoerer, dinasti politik juga sekarang terlihat
muncul pada diri keluarga mantan Presiden Indonesia Alm K.H. Abdurrahman Wahid,
dengan munculnya saudara-sudara kandungnya dan juuga anak kandungnya ke dalam
dunia perpolitikan Indonesia. Kecenderungan dinasti politik juga ditunjukkan
dalam keluarga Presiden Indonesia saat ini Susilo Bambang Yudhoyono, yang
ditunjukkan dengan kiprah anaknya Eddie Baskoro yang berhasil menjadi anggota
DPR periode 2009/2014.
Etika adalah sesuatu yang berkenaan
dengan akhlak, nilai mengenai sesuatu yang baik dan yang buruk. Ada
nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, nilai tentang sesuatu yang pantas
untuk dilakukan dan tidak pantas untuk dilakukan. Bila dianalisis dari segi
etika, politik dinasti tidak baik apabila dilakukan oleh elit politik.
Kalau seseorang elit politik maju
dengan mengandalkan politik dinastinya dan dengan mengesampingkan etika sosial,
maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan terus merosot.
Rakyat akan menilai ternyata bangsa ini di zaman reformasi dibangun dengan
sistem nepotisme. Pembentukan politik dinasti akan menciptakan
tatanan politik yang tak sehat. Walaupun menurut undang-undang hal itu tak
dilarang, namun hal itu dinilai tidak sesuai dengan etika.
Menurut Zulkieflimansyah[1], apabila politik dinasti ini diteruskan, akan muncul banyak
dampak negatif. Pertama, menjadikan partai sebagai mesin politik semata
yang pada gilirannya menyumbat fungsi ideal partai sehingga tak ada target lain
kecuali kekuasaan. Dalam posisi ini, rekruitmen partai lebih didasarkan pada
popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan. Di sini kemudian muncul
calon instan dari kalangan selebriti, pengusaha, “darah hijau” atau politik
dinasti yang tidak melalui proses kaderisasi.
Kedua, sebagai konsekuensi logis
dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader
handal dan berkualitas. Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit
dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan
penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.
Ketiga, sulitnya mewujudkan
cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih
(clean and good governance). Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak
berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme sangat besar. Efek negatif dari dinasti
politik yang paling sering kita dengar adalah nepotisme dimana hubungan
keluarga membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya
pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena
alasan masih keluarga. Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak
terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas
dalam menjalankan tugas. Sebagai contoh, marilah kita baca cuplikan berita
berikut ini:
Syahrul Yasin Limpo,
Gubernur Sulawesi selatan yang sebelumnya menjabat sebagai wakil Gubernur pada
periode tahun lalu ini adalah salah satu tokoh yang disebut-sebut sebagai
pembangun dinasti politik dalam sistem pemerintahan di Sulawesi Selatan.Di
Provinsi Sulawesi Selatan, Gubernur Syahrul Yasin Limpo telah membangun dinasti
yang menguasai banyak jabatan di pemerintah daerah dan jabatan anggota DPR RI
dan DPRD. Belum lagi dugaan akan beberapa kasus korupsi yang melibatkan Dinasti
Politik.
Menurut salah seorang
sejarawan dan pengamat politik Anshar Gonggong, Dinasti politik tersebut telah
dibangun sejak era orde baru, Ny Yasin
Limpo telah menjadi anggota DPR berulang kali. Dan berikutnya adalah anaknya
ada yang menjadi gubernur, bupati, anggota DPRD, kepala dinas, dan lainnya.
Yang bisa menghentikan ini hanya kesadaran masyarakat untuk tidak memilih
politik dinasti.
Sejauh ini beberapa anggota keluarga Syahrul hampir dipastikan akan menjadi
calon legislatif (caleg) di berbagai tingkatan, baik yang mengincar kursi
Senayan, provinsi, maupun kabupaten/ kota. Informasi yang dihimpun, dua saudara
kandung Syahrul, Andi Tenri Olle Yasin Limpo dan Dewie Yasin Limpo akan maju
menjadi caleg DPR RI. Keduanya akan bertarung di Daerah Pemilihan (Dapil) I
Sulsel, Tenri melalui Partai Golkar dan Dewie melalui Partai Hanura.
Masih di level DPR RI, putri Syahrul, Indira Chunda Thita juga dipastikan masih
mengincar kursi yang didudukinya selama empat tahun terakhir melalui Partai
Amanat Nasional (PAN). Kemungkinan Thita diposisikan di Dapil 2 Sulsel untuk
menghindari persaingan dengan Tenri dan Dewie. Nama lainnya yang disebutsebut
berpeluang menjadi caleg DPR adalah ipar Syahrul, Susilo MT Harahap. Mantan
anggota DPRD Sulsel itu akan beradu peruntungan di Partai Golkar antara dapil I
atau dapil II
Selain caleg DPR RI, keponakan Syahrul, Adnan Purichta Ichsan yang tak lain
putra Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo berpeluang terpilih kembali di tingkat
provinsi. Hanya hingga saat ini anggota DPRD Sulsel termuda ini belum
menentukan sikap, apakah tetap bertahan di Demokrat atau pindah ke partai lain.
Sementara di level kabupaten/ kota, Syahrul juga mengutus keluarganya. Haris
Yasin Limpo yang merupakan adik bungsunya, disebut-sebut di DPRD Makassar lewat
Golkar.
Hal lainnya, seperti putra Tenri Olle, Akbar Danu Indarta yang masih tercatat
sebagai Ketua DPD KNPI Gowa bakal bertarung menuju DPRD Gowa melalui Partai
Golkar. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Firdaus Muhammad mengatakan, klan keluarga Yasin Limpo selama ini memang
dikenal banyak berkiprah menjadi politisi sehingga sangat wajar kalau berpencar
menjadi caleg di pemilu mendatang.
Syahrul sebaiknya
memberikan keteladanan politik untuk tidak menghalalkan segala cara meloloskan
para keluarganya atau memonopoli kancah politik. Kalau hal itu mampu
dijalankan, Syahrul dapat membendung stigma politik mengenai dinasti klan Yasin
Limpo. Syahrul tidak boleh larut dukung-mendukung dengan banyaknya keluarga dia
yang maju di pemilu. Itu harus dihindari untuk menjaga wibawa pemerintahannya
yang tidak cenderung dinasti politik. Dalam menguasasi jaringan politik di
Sulawesi Selatan, Dinasti Yasin Limpo mengembangkan jaringan politik keluarga dalam
penempatan jabatan strategis pada struktur politik dan birokrasi baik itu baik
pada tingkat daerah maupun nasional.
Berikut data terkait
jejaring dinasti politik keluarga Syahrul Yasin Limpo :
Posisi keluarga yasin
limpo :
Syahrul Yasin Limpo
(SYL) : Gubernur Sulawesi Selatan
Ihsan Yasin Limpo (sdr
kandung) : Bupati Gowa
Tenri yasin Limpo
(sdr kandung) : Anggota DPRD sul-sel
Dewi Yasin limpo (sdr
kandung) : Caleg DPR-RI Hanura
Irman Yasin Limpo (sdr
kandung) : Kadis Perindustrian dan Perdagangan
Haris Yasin Limpo (sdr
kandung): Anggota DPRD Kota Makassar
Tita Chunda SYL ( anak
kandung): Anggota DPR-RI
Adnan puchrita IYL
(kemanakan): Anggota DPRD SulSel
Susilo MT Harahap (
Ipar ): Caleg DPR RI Golkar
Kendati demikian,
posisi Syahrul yang netral bukan berarti keluarganya dibatasi hak politiknya,
melainkan menarik garis demokrasi sebagai gubernur dan keluarga. Mengenai
peluang keluarga Syahrul, sangat terbuka sepanjang bisa saling berbagi dukungan
atau tidak saling jegal, terutama mereka yang bertarung di dapil yang sama.
Meskipun sering
menyangkal terkait dinasti politik yang dibangunnya namun apa yang terjadi di
lapangan mejadi bukti bahwa keluarga Yasin Limpo sedang berusaha menjadi
pemegang kekuasaan elit politik yang terbesar di Sulawesi Selatan.
Keturutsertaan Keluarganya dalam memangku jabatan-jabatan penting dalam
pemerintahan di Sulawesi Selatan meskipun memiliki partai pendukung yang
berbeda-beda tetap saja mencerminkan adanya dinasti politik.
Dinasti meskipun ada
anggapan bahwa dinasti politik itu tidak masalah jika memang anggota-anggota
yang naik dan menduduki kursi jabatan adalah orang yang memiliki kompetensi dan
mampu memberikan perbaikan dalam pemerintahan namun tetap saja dinasti politik
yang pada dasarnya dibangun atas hubungan keluarga akan menimbulkan
ketidakseimbangan ketika faktor keluarga yang sifatnya pribadi bercampur dengan
faktor masyarakat yang sifatnya umum dan menyeluruh.Tidak dapat dipungkiri
bahwa hal tersebut akan selalu terjadi dimana kepentingan keluarga atau
golongan akan menjadi suatu prioritas yang utama diatas kepentingan umum dalam
sebuah dinasti politik.
Dari apa yang saya
amati, sebenarnya masih banyak calon-calon legislatif lainnya yang memiliki
kompetensi lebih baik dari keluarga yasin Limpo namun ketidakberuntungan akibat
animo masyarakat yang sudah terlanjur melihat keluarga Yasin Limpo sebagai
orang-orang yang berpengaruh besar serta pertarungan politik yang sengit membuat orang-orang tersebut tersingkir dati
pertarungan politik. Sebut saja amin Syam, Gubernur periode lalu yang juga
menjadikan syahrul sebagai wakil Gubernur, ia memiliki kompetensi yang baik
dalam memegang kursi kekuasaan namun beliau kalah dalam pertarungan politik
selanjutnya dimana ia berpisah dengan Syahrul sebagai pasangannya karena
Syahrul yang juga mengajukan diri sebagai calon Gubernur berpasangan dengan
Agus Arifin Nu’mang.
Bagaimanapun bentuknya
sebuah dinasti pemerintahan bukanlah sistem yang tepat untuk diterapkan dalam
sebuah sistem pemerintahan yang bukan monarki. Negara kita bukanlah negara
dengan sistem pemerintahan monarki yang menuntut penerus pemerintahan harus
berasal dari garis keturunan dari pemimpin sebelumnya. Negara kita memiliki
sistem pemilihan umum untuk memilih siapa saja yang pantas menduduki suatu
jabatan dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat yang dipilih langsung oleh
rakyat.
Dinasti politik telah dikenal sejak
zaman kerajaan. Pada masa itu, kekuasaan diwariskan secara turun temurun dari
ayah kepada anak. Tradisi mewariskan kekuasaan ini terus berlaku dengan
menafikan potensi-potensi yang ada, sehingga kekuasaan tetap berada dalam
lingkaran keluarga.
Sebagai negara bekas jajahan Belanda
yang juga berasal dari kerajaan nusantara, gejala-gejala untuk kembali ke kondisi
pada masa pra-Hindia Belanda nampak secara signifikan. Beberapa daerah di
Indonesia, satu per satu membangun dinasti kekuasaannya.
Dinasti politik sebenarnya tidak
melanggar aturan, sebagai mana hak warga negara Indonesia untuk memilih dan
dipilih adalah jaminan yang diberikan UUD 1945 bagi siapa saja yang maju dalam
pemilihan kepala daerah (Pilkada). Meski hal ini mencederai demokrasi dan
dipandang kurang patut dan beberapa kalangan kurang setuju dengan dinasti
politik, namun kesempatan untuk menghilangkan masyarakat atau kader potensial
untuk tampil sebagai pemimpin ini tetap terbuka.
Penyelenggaraan pemilukada mulai
ramai diwarnai wajah anak, istri atau kerabat terdekat para petahana.
Padahal,Undang-Undang Antikorupsi, Kolusi dan Nepotisme, menyiratkan bahwa
dinasti politik sebagai sesuatu yang tabu karena bertentangan dengan semangat
anti-KKN dan memberikan peluang terciptanya pemimpin korup yang kemudian
menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Penegakan hukum di Indonesia, sering
tergagap ketika terbentur kepentingan politik atau perkara yang ditanganinya
bersentuhan langsung dengan kekuatan politik yang sedang berkuasa. Meski pada
kondisi tertentu penegak hukm cukup tegas menghadapi penguasa, namun secara
umum tidak demikian dan bahkan terkesan alergi penguasa. Apakah hal ini yang
menjadikan dinasti politik sebagai tren berpolitik kaum penguasa?
Penguasa di mana pun, cenderung
ingin memiliki kekuasaan lebih lama dan melanggengkan kekuasaan. Namun karena
adanya aturan yang membatasi bahwa seseorang boleh menduduki jabatan kepala
daerah hanya dua periode, para petahana akhirnya memilih memajukan kerabatnya
untuk melanjutkan kekuasaan. Bisa juga karena alasan, bila kerabatknya yang
berkuasa maka keburukan yang dilakukannya selama berkuasa akan tertutupi?
Hubungan partai politik pendukung
dengan petahana selama ini menciptakan simbiosis mutualisma. Political
bargaining menutupi kerugian yang dialami partai politik akibat praktek dinasti
politik yang semakin subur di Indonesia. Bila hal ini terus berlanjut,
Indonesia baru yang maju dan demokratis makin jauh dari harapan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Politik dinasti sudah mulai marak di Indonesia, terutama pada pencalonan kepala
daerah di Kabupaten/Kota. Tidak jarang calaon yang maju sebagai kepala daerah
mempunyai hubungan kekerabatan dengan kepala daerah yang sedang menjabat.
Contoh yang paling nyata adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini jelas
menunjukkan adanya politik dinasti.
Politik dinasti memunculkan banyak pro dan kontra. Ada yang menganggapnya baik
karena kestabilan politik terjaga dan banyak pula yang menganggap bahwa politik
dinasti hanyalah alat yang digunakan para pejebat untuk melanggengkan
kekuasaannya. Selain itu, politik dinasti juga mengurangi kesempatan bagi orang
lain untuk berpartisipasi lebih untuk menjadi kepala daerah karena biasanya
calon pemimpin hasil dari politik dinasti lebih banyak dukungan.
Memang, hak setiap warga negara
untuk memilih dan dipilih. Tapi apakah dengan hanya berbekal mempunyai hubungan
keluarga dengan penguasa seseorang dapat dengan leluasa mencalonkan diri?
Inikah yang harus diperbaiki oleh pemerintah agar calon yang maju dalam
pemilihan kepala daerah tidak hanya berdasarkan koneksi dan kesempatan tetapi juga
didukung dengan kualifikasi yang mumpuni untuk menjadi kepala daerah sehingga
memajukan daerah yang dipimpinnya.
Dinasti
politik bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di Negara kita Indonesia,
sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang
memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.
B.
Saran
Dari berbagai pembahasan dan kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan dari
penulis adalah :
·
Dibuatnya regulasi yang persyaratan
pencalonan kepala daerah sehingga mempunyai kualifikasi yang memadai.
·
Diadakan tes, baik secara tertulis
maupun lisan berupa fit and proper test untuk menilai
kemampuan calon kepala daerah dalam berbagai bidang, sehingga didapat calon
kepala daerah yang tidak hanya berbakat dalam memimpin, tetapi juga mempunya
dasar dan kompetensi yang cukup untuk menjadi kepala daerah.
·
Meningkatkan tingkat perhatian
dan partisipasi dari masyarakat sehingga sadar dan berpartisipasi lebih dalam
menentukan pilihan mereka terhadap para calon kepala daerah.
·
Bangsa
Indonesia harus lebih jeli lagi dalam memilih pemimpin berdasarkan kompetensi
yang dimiliki oleh seseorang bukan berdasarkan sejarah kepemimpinan
keluarganya.